Peran Al-Qur'an serta Nabi Sebagai Rasul dan Pemimpin Negara
Secara umum Al-Qur’an mendefinisan dirinya sebagai pedoman yang mengatur segala urusan manusia. Adapun pesan atau misi Al-Qur’an sebagaimana yang kemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf terdiri dari tiga kategori besar, yaitu:
a. Ayat yang berkaitan dengan aqidah (keyakinan).
b. Hukum akhlak, yakni kewajiban berbuat baik sebanyak-banyaknya dan menghilangkan kejelekan.
c. Hukum mu’amalat takni kewajiban mukallaf baik dalam perkataan, perbuatan, maupun penggunaan harta benda.
Mengenai peran Nabi Muhammad dalam proses pembentukan Hukum Islam menduduki tiga posisi penting yakni:
a. Sebagai Nabi dan Rasulullah yang bertugas menyampaikan ajaran Allah kepada segenap manusia melalui perantara wahyu,
b. Nabi sebagai kepala Negara beliau mengatur Negara Madinah, mengutus para Sahabat sebagai duta keberbagai penjuru kota.
c. Nabi sebagai Hakim, beliau menggenggam semua kekuasaan hukum, karena belum ada pemisahan yang jelas layaknya negara modern.
Ada tiga pendapat mengenai pertanyaan apakah Nabi melakukan ijtihad atau tidak yaitu:
a. Sebagian Ulama Asy’ariyah, mayoritas Mu’tazilah, Abu Ali al-Junai dan Hasyim (anak Jubai) mengatakan bahwa tidak mungkin Nabi berijtihad, dengan alasan Nabi selalu dibimbing wahyu, berkemampuan menyatakan hukum melalui wahyu, ijtihad itu ketika tidak ada nash, dan ketika nabi berijtihad untuk apa Nabi menunggu wahyu ketika sahabat bertanya suatu kasus.
b. Jumhur ulama berpendapat bahwa Nabi mungkin dan boleh melakukan ijtihad, dengan argument Allah menyampaikan bahwa Nabi sebagaimana hamba lainnya, nabi berkali-kali berijtihad namun kurang tepat sehingga ditegur oleh Allah, dan ada hadits yang mengatakan bahwa Nabi itu sama halnya dengan hamba Allah lainnya (ana mitslukum).
c. Pendapat yang mengambil jalan tengah yakni, dapat saja Nabi berijtihad dalam masalah-masalah keduniaan, tapi tidak dalam masalah hukum syara’.
a. Ayat yang berkaitan dengan aqidah (keyakinan).
b. Hukum akhlak, yakni kewajiban berbuat baik sebanyak-banyaknya dan menghilangkan kejelekan.
c. Hukum mu’amalat takni kewajiban mukallaf baik dalam perkataan, perbuatan, maupun penggunaan harta benda.
Mengenai peran Nabi Muhammad dalam proses pembentukan Hukum Islam menduduki tiga posisi penting yakni:
a. Sebagai Nabi dan Rasulullah yang bertugas menyampaikan ajaran Allah kepada segenap manusia melalui perantara wahyu,
b. Nabi sebagai kepala Negara beliau mengatur Negara Madinah, mengutus para Sahabat sebagai duta keberbagai penjuru kota.
c. Nabi sebagai Hakim, beliau menggenggam semua kekuasaan hukum, karena belum ada pemisahan yang jelas layaknya negara modern.
Ada tiga pendapat mengenai pertanyaan apakah Nabi melakukan ijtihad atau tidak yaitu:
a. Sebagian Ulama Asy’ariyah, mayoritas Mu’tazilah, Abu Ali al-Junai dan Hasyim (anak Jubai) mengatakan bahwa tidak mungkin Nabi berijtihad, dengan alasan Nabi selalu dibimbing wahyu, berkemampuan menyatakan hukum melalui wahyu, ijtihad itu ketika tidak ada nash, dan ketika nabi berijtihad untuk apa Nabi menunggu wahyu ketika sahabat bertanya suatu kasus.
b. Jumhur ulama berpendapat bahwa Nabi mungkin dan boleh melakukan ijtihad, dengan argument Allah menyampaikan bahwa Nabi sebagaimana hamba lainnya, nabi berkali-kali berijtihad namun kurang tepat sehingga ditegur oleh Allah, dan ada hadits yang mengatakan bahwa Nabi itu sama halnya dengan hamba Allah lainnya (ana mitslukum).
c. Pendapat yang mengambil jalan tengah yakni, dapat saja Nabi berijtihad dalam masalah-masalah keduniaan, tapi tidak dalam masalah hukum syara’.
0 Response to "Peran Al-Qur'an serta Nabi Sebagai Rasul dan Pemimpin Negara"
Post a Comment